Sabtu, 31 Oktober 2015

Bu Tarni

KAKI TAK JADI DIAMPUTASI, KINI BERSUAMI LAGI


Ini kisah tentang Bu Tarni, salah satu pasien dampingan #SR WONOGIRI. Buatku kisahnya cukup menarik. Semua berawal sekitar awal tahun 2014 kami menerima laporan ada warga tak mampu sudah sakit selama bertahun-tahun. Kami segera crosschek dan ternyata benar. Namanya Bu Tarni, seorang janda miskin menderita infeksi kaki selama kurang lebih  9 tahun. Disebuah rumah mungil berdinding anyaman bambu yang sudah banyak lobangnya Bu Tarni tinggal bersama ibunya yang sudah renta. Sementara sakitnya bermula saat kecelakaan motor yang dialaminya sekitar tahun 2005. Luka yang dialaminya mengharuskan beliau untuk menjalani operasi pemasangan pen. Waktu itu tindakan operasi dilakukan di Klaten tempat beliau mengalami kecelakaan itu.

Beberapa hari setelah operasi beliau diperbolehkan pulang. Selang beberapa hari setelah pulang ada masalah dengan luka operasinya. Ada salah satu jahitan di kakinya yang terbuka. Harusnya segera di bawa kembali ke RS sekaligus chek up post op. Tapi ketiadaan biaya menjadi penyebabnya karena mereka sudah tak mampu lagi, apalagi biaya waktu menjalani operasi memakai biaya umum. Luka itu dirawatnya sendiri dengan obat medis sederhana dan berharap luka itu bisa sembuh tanpa harus perawatan dokter. 

Ternyata dugaannya salah. Luka itu bukannya semakin sembuh justru semakin parah dan melebar. Dengan sabar beliau merawat lukanya sendirian karena suaminya meninggal tak lama setelah kecelakaan itu. Semakin beratlah beban hidupnya, luka semakin parah sementara beliau masih harus membesarkan putra semata wayangnya. Dalam keadaan sakit beliau masih tetap bekerja serabutan. Tapi tetap saja semua tak bisa mencukupi kebutuhan hidupnya, bahkan anaknya rela putus sekolah dan  memilih merantau untuk bekerja. Padahal anaknya pada waktu itu masih duduk di bangku kelas 1 SMP. Semua demi membantu kehidupan keluarga.

Pada waktu kita temukan kondisinya sangat memprihatinkan. Luka dikaki sebelah kanan sudah membusuk, terbuka lebar, tulang dan pen terlihat jelas. Darah dan nanah tak selalu keluar. Bahkan untuk mencegah agar cairan itu mengalir, beliau menutupnya dengan tiga buah pembalut wanita. Kanan kiri luka banyak lobang yang mengeluarkan nanah dan darah. Dan untuk lobang-lobang kecil iti beliau menutup dengan kapas yang dipotong kecil-kecil setelah itu baru dibalut dengan perban. Rutinitas membersihkan luka itu sendiri membutuhkan waktu 2 sampai 3 jam setiap hari selama 9 tahun. Kaki tak bisa ditekuk, kaku. Jangan tanya  lagi seperti apa baunya akibat infeksi luka itu. Bahkan ada salah seorang dokter yang menyarankan untuk di amputasi saja.

Yang lebih menyedihkan lagi keluarga justru menjauh,bahkan para tetangga  seolah jijik. Tak perlu membuang waktu lagi kami memutuskan segera bergerak. Kami memutuskan membawa ke RS. Ortopedi Surakarta. Melihat kondisi separah itu dokter pun tak buang-buang waktu untuk segera dilakukan operasi. Rencananya akan ada dua tahapan operasi. Pertama untuk pelepasan pen dan pembersihan kulit yang terinfeksi. Yang kedua adalah penutupan luka dengan metode penarikan kulit atau penutupan kulit diambilkan dari kulit organ lain. Alhamdulillah berarti tak perlu amputasi.

Dua hari kemudian operasi tahap pertama sukses dilakukan. Dan beberapa hari kemudian pasien diperbolehkan pulang. Tak mau ambil resiko, untuk mengantisipasi kesalahan terdahulu kami memutuskan mencari perawat yang bisa merawat luka post op. Tiap hari perawat itu mendatangi pasien untuk melakukan medikasi. Biaya medikasi dan kebutuhan nutrisi penunjang #SR yang tanggung. Dengan penuh kesabaran medikasi dilakukan selama lebih dari 9 bulan. Hasilnya pun cukup memuaskan. Terjadi granulasi sel baru yang sehat dan dengan sendirinya menutup luka itu. Artinya tak perlu ada operasi tahap kedua yang rencananya untuk menutup luka. Alhamdulillah pengobatan dinyatakan selesai.

Seperti yang sudah-sudah jika pasien sembuh kami akan menghilang dan fokus pada pasien yang baru. Pada suatu hari secara tak sengaja kami bertemu dengan salah satu tetangga terdekatnya. Ternyata mereka masih mengingat kami meskipun hampir setahun tak ketemu. Iseng –iseng aku tanya kabar Bu Tarni . Dan jawabanya sungguh di luar dugaan kami.

“ Bu Tarni sudah menikah lagi mbak setelah 9 tahun menjanda, sekarang tinggal bersama suaminya dan jadi petani. Sudah bisa tandur sama matun (menanam padi dan menyiangi rumput) di sawah.”
Subhanallah ...Allahuakabar... kaki yang dulunya hampir diamputasi, yang jangankan untuk masuk ke dalam lumpur, kondisinya saja dulu hampir mirip kaki yang terbenam dalam lumpur karena pembusukan. Kaki yang dulu tak bisa ditekuk, jalan hatus pakai kruk kini sudah normal kembali. Bu Tarni yang dulu pasrah karena keadaan, yang jangankan punya pendamping lagi, mau bergaul dengan tetangga saja minder karena kondisinya. Tapi sekarang beliau sudah bisa memulai hidup yang baru bersama suami barunya. Seorang lelaki sederhan tapi berhati kaya yang mau menerima segala kekurangan Bu Tarni.

Luar biasa...sungguh indah rencana Tuhan. Selamat buat Bu Tarni, inilah hadiah terindah dari Tuhan atas kesabaran dan keikhlasanmu selama ini. Semoga kebahagiaan dan keberkahan selalu menaungi keluarga barumu.  Tetap Semangiiiiitt yaaa Bu Tarni...Semangat menembus langiiiiiitt...
Eheeeeem penulisnya kesalip ceritanya...doain yaaa Bu penulis segera bisa menyusul dapat pendamping juga...he he he

Salam Tembus Langit...!!!!

Rabu, 28 Oktober 2015

IBU MISIYEM

TUMOR 45 KG BERHASIL DIANGKAT, SAYANG IBU MISIYEM TAK SELAMAT



Sejak awal kami diberi amanah mendampingi pengobatan Ibu Misiyem kami tahu bahwa tak akan mudah. Semua berawal sekitar dua tahun yang lalu. Ada seorang warga yang megatakan bahwa ada warga tak mampu perlu biaya pengobatan dan  minta bantuan pada  #SR. Tapi ternyata saat kita datangi Bu Misiyem belum mau di handle. Yaaa sudah kamipun tak bisa memaksa. Lalu setahun kemudian melalui perangkat setempat beliau coba dibujuk lagi, hasilnya juga sama nihilnya. Dan lagi-lagi kami tak bisa apa-apa lagi karena itu hak beliau.

Kemudian pada hari Minggu tanggal 18 Oktober kami sempat terkejut bahwa pasien mau dibawa berobat. Sempat ada kelegaan diperasaan kami saat mengetahui hal ini. Tapi kami mendadak terdiam sejenak dan tertegun melihat kondisinya yang sekarang. Lemah, kurus, perut semakin membesar, susah bernafas dan kedua kaki membengkak bahkan terluka. Sempat ada kekhawatiran dalam benak kami. Masih bisakah? Bisa ataupun tidak kami harus segera bergerak cepat.Bismillah niat membaikkan, begitulah niat kami.

Kondisi kritis, harus segera dilakukan penanganan tapi masih terbentur masalah jaminan kesehatan dan administrasi kependudukan. Kami pun tak membuang waktu melacak keberadaan jaminan kesehatan. Alhamdulillah dalam waktu satu setengah hari, kami dibantu beberapa pihak terkait bisa temukan dan semua administrasi lengkap.

23 Oktober 2015 kembali kami sempat dibuat lega dengan adanya pemberitahuan dari pihak RS bahwa akan segera dilakukan tindakan operasi pengangkatan tumor jam 11 siang. Pasien sudah siap bahkan sudah masuk di ruang persiapan operasi Instalansi Bedah Sentral. Tapi ternyata ada pasien yang lebih emergency masuk lewat IGD dengan kondisi lebih kritis dan sempat henti nafas dan harus masuk ke ruang ICU. Kebetulan hari itu semua ruang ICU penuh tinggal satu ruang yang awalnya khusus disediakan untuk Ibu Misiyem. Terpaksa operasi ditunda karena tak mau ambil resiko dengan tidak adanya ruang ICU. Akhirnya mau tak mau  kami harus menandatangani re scedule operasi. Sempat kami tanyakan resikonya jika dilakukan rescedule operasi, apakah membahayakan ataukah tidak. Jawaban tim dokter waktu itu insyaallah tidak terjadi apa-apa karena kalau dilihat dari riwayatnya dengan menahan sakit seperti itu selama  10 tahun lebih, toh sampai sekarang masih bisa bertahan. Ditambah lagi akan ada pengawasan dan pemantauan ketat dari tim dokter.

“ Insyaallah penyakitnya tak terlalu dikhawatirkan. Yang kami khawatirkan adalah pasca operasinya. Kondisi sudah sedemikian rupa, ada beberapa komplikasi. Ginjal ,lever, saluran buang air kecil, bahkan paru-paru dari hasil lab tak bisa terbaca. Kami tak tahu apakah semua tertutup asites ataukah tertutup tumornya. Melihat besarnya massa tumor kami berharap semoga tak terjadi pelengketan ke organ vital yang nantinya akan mempersulit proses operasinya. Untuk itulah kami tak berani ambil resiko jika ruang perawatan  pasca operasi tak tersedia. Dan kami butuh ruang khusus untuk perawatan pasca operasi dengan fasilitas terlengkap. Kami sudah siapkan ruang ICU VVIP RI 1 yang seharusnya hanya boleh untuk di tempati seorang presiden. Kami Tim Dokter sebenarnya dilema, jika  kami tak lakukan tindakan nanti kami dikira menelantarkan pasien. Tapi jika kami lakukan tindakan resikonya besar bahkan bisa beresiko ke arah kematian, karena ini high risk operation. Berdoa saja semoga semua lancar, yang pasti kami akan lakukan yang terbaik”, begitu penjelasan Dr. Bambang sebagai perwakilan dari tim dokter. Ya kami paham dokter, lakukan saja yang terbaik.
Akhirnya kepastian operasi kami dapatkan, info dari bagian PATOLOGI ANATOMI memberitahukan bahwa operasi positif dilakukan pada hari Selasa, 27 Oktober 2015 jadwal jam pertama jam 9 pagi. Dengan penanganan Tim Dokter khusus, dan ruang operasi dengan fasilitas terlengkapnya. Semua siap pasien masuk ke Ruang Instalansi Bedah Sentral pukul 08:30 WIB. Butuh bantuan lebih dari 10 orang hanya untuk sekedar memindahkan pasien dari bed ke bed operasi. Harus hati-hati dengan kondisi pasien yang lemah, memakai bantuan oksigen untuk pernapasan , 2 buah infus dan 1 kantong air seni. Kondisi kedua kaki yang sudah membengkak dan terluka juga membuat kami lebih berhati-hati lagi. Ya seperti itulah gambaran kondisi pasien. Yang bahkan hanya membantu merubah posisi miring dari kiri ke kanan atau sebaliknya ,atau sekedar membantunya duduk setelah lelah berbaring butuh bantuan 4 orang.

Operasi Bu Misiyem kali ini mengingatkan kami pada operasi Bu Kadiyem tahun lalu. Dengan kasus yang sama hanya saja Bu Kadiyem mengidap penyakit itu selama 9 tahun. Waktu itu dengan berat tumor 16 kg dan asites operasi berjalan cukup menegangkan karena operasi cukup rumit, melibatkan lebih dari 4 dokter bedah specialis. Bahkan sempat terjadi pelengketan di usus dan tumor hampir saja tak terangkat semuanya. Tim dokter juga sempat keluar masuk ruangan operasi sekedar membertahu kami tentang naik turunnya kondisi pasien. Alhamdulillah operasi dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itulah untuk operasi Bu Misiyem kali ini kami harus siap dengan kemungkinan terburuk sekalipun. Kami sudah membayangkan operasi bakal berjalan lebih lama dan lebih rumit.  

Sungguh diluar dugaan kami, operasi berlangsung tanpa kendala berarti. Dokter hanya keluar ruang operasi satu kali itupun hanya untuk meminta kami mengambil darah di bank darah sebanyak 5 kantong. Operasi berlangsung kurang lebih selama 3 jam dan hasilnya bener-benar membuat kami tercengang. Tumor seberat 45 kg berhasil diangkat dan unruk mengangkat tumor memerlukan tenaga 4 orang. Hebatnya lagi tak ada pelengketan di organ vital. Kelegaan yang terkira waktu itu yang kami rasakan. Kinerja Tim dokter benar-benar luar biasa. Dan satu jam kemudian pasien dipindah ke ruang ICU. Harapan kami Bu Misiyem bisa sembuh seperti dua pasien kami sebelumnya, Bu Wakinem dan Bu Kadiyem yang menderita penyakit yang sama.

Ternyata kelegaan kami tak berlangsung lama. Pasca operasi kondisi pasien mengalami naik turun. 4 jam pasca operasi Tuhan punya kehendak lain. Pasien meninggal dunia. Dan inilah akhir dari perjuangan Bu Misiyem melawan penyakitnya. Kami terdiam, tertunduk lesu mendengar berita duka ini. Kami sudah berupaya melakukan yang terbaik agar pasien mendapat pelayanan dan fasilitas terbaik pula, beliau mendapatkan itu. Tapi Tuhan memang lebih menyayangi umatnya. Karena seperti penjelasan dokter, kalaupun pasien bisa melewati masa kritisnya dan terangkat tumornya, pasien masih akan menderita komplikasi. Diperkirakan pasien mengalami masalah di beberapa organ vital, seperti kerusakan ginjal, paru-paru, saluran air seni. Kini Tuhan sudah mengangkat semua sakit yang sudah 10 tahun lebih diderita Bu Misiyem.

Begitu  mendengar kabar duka itu kami yang baru saja sampai setelah mengantar pasien lain pulang pasca kemoterapi langsung meluncur kembali ke RSD. Moewardi Solo untuk mengurus jenazah Bu Misiyem. Menjelang magrib dengan diselimuti perasaan duka yang mendalam kami antar jenazah beliau ke tempat peristirahatan yang terakhir. Malam itu juga dengan sederhana beliau langsung dimakamkan. Tak ada taburan bunga mawar, hanya ada taburan bunga bougenvile sebagai penggantinya.

Kini Bu Misiyem sudah terbaring tenang, semoga khusnul khotimah, diterima semua amal perbuatannya selama ini,dan semoga sakit yang dideritanya selama ini bisa sebaga penghapus dosa-dosanya. Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak terkait yang selama ini sudah membantu Bu Misiyem selama menjalani perawatan di RS. Banyak sekali yang sudah membantu hingga kami tak bisa menyebut satu persatu. Selamat jalan Ibu Misiyem, tenanglah disana, tersenyumlah sekarang karena sudah terbebas dari rasa sakitmu. Bahagialah disana dan semoga mendapat balasan surga dari Tuhan atas ketabahan, keikhlasan dan kesabaranmu selama sakit ini. Kami disini akan mendoakanmu. Sungguh engkau adalah seorang ibu yang kuat dan tangguh. Kami akan tetap mengenangmu.


Salam Tembus Langit....


Selasa, 20 Oktober 2015

TUMOR PERUT IBU MISIYEM

11 TAHUN MENGANDUNG  TUMOR


Ibu Misiyem (49 tahun) adalah seorang dhuafa yang saat ini terbaring lemah karena penyakit tumor di perutnya yang sudah beliu derita selama kurang lebih 11 tahun. Saat ini kondisinya sangatlah memprihatinkan. Dengan perut yang membesar, kaki bengkak, serta tubuh yang kurus kering disertai sesak nafas yang diderita akibat tekanan dari pembesaran perut. Jangankan untuk berjalan, untuk sekedar duduk berlama-lamapun beliau sudah tak kuat. Ibu Misiyem adalah warga dari Kecamatan Kismantoro, Kabupaten Wonogiri, yang letak daerahnya berada di ujung tenggara berbatasan dengan Kabupaten Pacitan. Tepatnya di Dusun Kikis RT 02/ RW 10, Desa Gedawung. Bersama suaminya Pak Kisut beliau tinggal di sebuah rumah sederhana berdinding bambu, beralas tanah. Keseharian Bu Misiyem hanya seorang ibu rumah tangga dan suaminya sebagai petani dengan pendapatan yang tak menentu dan pasti jauh dari kekurangan.

Kondisi keterbatasan ekonomi ditambah masih harus menghidupi keempat anaknya membuat Bu Misiyem tak mampu mengobati penyakitnya. Bu Misiyem mulai menderita penyakit ini setelah kelahiran anak terakhirnya sekitar tahun 2005. Saat itu beliau sempat berobat ke RSUD Wonogiri dan di minta menjalani operasi. Tapi lagi-lagi karena ketiadaan biaya beliau mengurungkan niatnya untuk menjalani operasi. Itu artinya dari tahun 2005 hingga sekarang beliau menahan sakitnya. Jangankan untuk biaya berobat, untuk mencukupi kesehariannya saja mereka sudah kesulitan.

Sekitar dua tahun yang lalu ada seorang warga yang mencoba meminta bantuan pada Sedekah Rombongan. Tim pun sudah siap menghandle, tapi masalah lain muncul. Bu Misiyem menolak menjalani pengobatan dikarenakan faktor traumatik. Beliau takut bernasib sama seperti salah seorang tetangganya yang meninggal dunia pasca operasi. Anak- anak yang masih kecil adalah faktor penyebab lainnya. Tim Sedekah Rombongan pun tak bisa memaksa dan akhirnya hanya memberi bantuan tunai. Setahun yang lalu giliran pihak kecamatan melalui Ibu Camat kembali berusa membujuk agar mau di obatkan. Kali inipun gagal lagi, Bu Misiyem tetap tak mau menjalani pengobatan. Bertahannya Bu Misiyem untuk menolak berobat tak urung justru memperburuk kondisinya. Pengobatan alternatif yang ditempuhpun tak sedikitpun membawa perubahan bahkan memperparah sakitnya.

Akhirnya dalam ketidakberdayaannya Bu Misiyem akhirnya bersedia menjalani pengobatan disaat kondisinya sudah mengkhawatirkan. Tubuh kurusnya tak mampu menopang beban di perutnya. Tanpa membuang waktu Tim Sedekah Rombongan yang saat itu juga di bantu salah seorang pengusaha batik dari Sidoharjo segera membawa pasien ke Rumah Sakit. Awalnya pasien dibawa ke Rumah Sakit Amal Sehat Slogohimo. Tapi ternyata Rumah Sakit Amal Sehat tidak mampu menangani dan merujuk pasien ke RSD. Moewardi Solo. Hari itu juga Minggu tanggal 18 Oktober 2015 pasien di bawa ke RSD. Moewardi lewat jalur IGD. Pasien segera mendapat penanganan dan saat ini menjalani rawat inap untu mendapatkan perawatan.

Sekarang Bu Misiyem dalam penanganan tim dokter di RSD.Moewardi Solo. Ini bukanlah kasus yang mudah mengingat besarnya tumor di perut Bu Misiyem. Sementara Tim Sedekah Rombongan di bantu perangkat setempat terus mengupayakan agar Bu Misiyem mendapatkan jaminan kesehatan agar segera bisa di lakukan tindakan. Sahabat mohon doanya untuk kelancaran penanganan Bu Misiyem, dimudahkan dalam mengurus segala sesuatunya.

Sungguh ujian yang tak ringan untuk Ibu Misiyem dengan menahan sakit selama sepuluh tahun lebih. Bisa kita bayangkan seperti apa penderitaan Ibu Misiyem selama ini. Saat ini dalam kepasrahanya beliau mengharap uluran tangan kita untuk membantunya sembuh. Ingin sehat seperti sebelum sakit itu datang. Ingin perutnya kembali rata dan bisa beraktifitas kembali secara normal. Ingin bisa merawat dan membesarkan anak-anaknya. Ingin bisa menghirup udara tanpa sesak didadanya dan bergerak dengan leluasa.

Sahabatku mari bergerak bersama tanpa harus saling menyalahkan atas kejadian yang menimpa Ibu Misiyem. Justru sekarang kita akan merasa salah saat tahu peristiwa ini tapi kita diam saja. Buka mata hati ,tumbuhkan kepekaan dan kepedulian kita. Bantu beliau mendapat kesembuhan. Sisihkan rejeki untuk membantu biaya pengobatan beliau. Banggalah kalian yang sudah dipilih Tuhan menjadi perantara menyampaikan  pertolongannya. Sedikit uluranmu bernilai besar untuk beliau. Bergerak bersama, sembuhkan, membaikkan. Isyaallah tembus langit dan biarkan “Tangan Tuhan” ikut bekerja.Tetap Semangiiiiit...Semangat Menembus Langiiiit...!!!!


Donasi Buat Ibu Misiyem
BCA: 84655-23456
Mandiri: 137-00111-0011-8
a/n: Sedekah Rombongan
Kurir: 085329907666 (Nonis MS)